Efektif Membatasi Gerak Kapal Pelaku IUU Fishing dengan Port State Measures
Artikel
05 Jul 2025
06:01
Yudhistira Rizky Abdillah

Efektif Membatasi Gerak Kapal Pelaku IUU Fishing dengan Port State Measures

Implementasi Port State Measures (PSM) meminimalisasi ikan hasil kegiatan IUU Fishing didaratkan dan masuk ke pasar produk perikanan

Oleh: Yudhistira Rizky Abdillah, S.Kel., MFishPol.

 

Metode pengawasan melalui implementasi PSM efektif mencegah IUU fishing pada tahap awal ikan hasil tangkapan diperdagangkan, yaitu pada proses pendaratan ikan di pelabuhan. Pencegahan IUU fishing dengan metode ini dilaksanakan oleh negara pelabuhan (port State) atas kapal-kapal perikanan asing yang bermaksud memanfaatkan akses pelabuhan untuk mendaratkan ikan hasil tangkapannya. Dasar implementasi PSM adalah Agreement on Port State Measures to Prevent, Deter and Eliminate IUU Fishing (PSMA) yang telah diratifikasi oleh Pemerintah RI melalui Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2016.

 

Implementasi PSMA di Indonesia telah diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 39/PERMEN-KP/2019 tentang Pelaksanaan Ketentuan Negara Pelabuhan untuk Mencegah, Menghalangi, dan Memberantas Penangkapan Ikan Secara Ilegal, Tidak Dilaporkan, dan Tidak Diatur. Pemerintah Indonesia juga telah menetapkan 4 (empat) pelabuhan untuk penerapan PSM melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52/KEPMEN-KP/2020 yang meliputi PPS Nizam Zachman Jakarta, PPS Bitung, PPS Bungus, dan Pelabuhan Laut Benoa.

 

Keunggulan metode ini adalah negara pelabuhan memiliki kedaulatan penuh di pelabuhannya, dan sebaliknya kapal asing wajib tunduk pada peraturan perundang-undangan negara pelabuhan di pelabuhan yang akan dituju. Sehingga, pencegahan IUU fishing dengan PSM ini sangat efektif karena negara pelabuhan tidak memerlukan upaya (effort) yang besar untuk mengawasi dan menindak kapal pelaku IUU fishing.

 

Kewenangan dan tanggung jawab pengawasan dan penegakan hukum terhadap kapal perikanan yang beroperasi di laut lepas sepenuhnya menjadi milik negara bendera, kecuali di beberapa area kompetensi RFMO yang telah menerapkan ketentuan pemeriksaan kapal di laut lepas (high seas boarding and inspection). Sedangkan di suatu pelabuhan, tentu kewenangan sepenuhnya milik negara pelabuhan tersebut. Ketentuan PSM ini tentu juga mendorong komitmen negara bendera untuk bertanggung jawab mengawasi dan menegakkan hukum terhadap kapal perikanan yang mengibarkan benderanya.

 

PSM dapat menjerakan kapal-kapal yang terlibat IUU fishing di laut lepas. Dengan pengawasan yang ketat di pelabuhan oleh negara pelabuhan, maka kapal pelaku IUU fishing semakin sulit untuk mendaratkan ikan hasil tangkapannya. Dengan menutup akses pendaratan ikan bagi kapal-kapal pelaku IUU fishing, maka dapat mengurangi keuntungan kapal-kapal tersebut dari operasional IUU fishing yang dilakukan.

Tahapan pelaksanaan PSM adalah dimulai dengan notifikasi dari kapal perikanan asing yang akan memasuki dan mengakses pelabuhan suatu negara. Negara pelabuhan berhak menetapkan pelabuhan-pelabuhan untuk pelaksanaan PSM, dan kapal perikanan asing hanya diperbolehkan mengakses pelabuhan yang telah ditetapkan tersebut. Dari notifikasi tersebut, negara pelabuhan selanjutnya meneliti dan menginvestigasi riwayat operasional kapal tersebut untuk menentukan apakah kapal tersebut diizinkan mengakses pelabuhan dan mendaratkan ikan atau ditolak untuk masuk ke pelabuhan karena terlibat IUU fishing.

 

Gambar Mekanisme Port State Measures

 

Berdasarkan gambar tersebut, mekanisme pelaksanaan PSM secara ringkas adalah sebagai berikut:

1.   Kapal perikanan asing mengajukan notifikasi permohonan akses pelabuhan kepada otoritas PSM negara pelabuhan dengan melampirkan data-data yang diperlukan dalam Lampiran A PSMA;

2.   Negara pelabuhan meneliti dan memeriksa data-data kapal termasuk riwayat operasionalnya dengan data-data dari RFMO maupun negara bendera kapal, dengan hasil yaitu:

a.     Jika kapal masuk dalam list kapal pelaku IUU fishing (IUU Vessel List), maka negara pelabuhan wajib menolak memberikan akses pelabuhan dan keputusan ini disampaikan kepada agen, nakhoda serta negara bendera kapal;

b.     Jika dari pemeriksaan awal diperoleh cukup bukti jika kapal terlibat IUU fishing, maka dapat langsung menolak memberikan akses pelabuhan (disampaikan juga kepada negara bendera);

c.      Jika negara pelabuhan memerlukan pemeriksaan fisik kapal, maka kapal dapat diizinkan masuk pelabuhan;

3.   Petugas PSM memeriksa, meneliti dan memverifikasi:

a.     keaslian dan keabsahan dokumen perizinan kapal;

b.     kesesuaian bendera/kebangsaan kapal, penandaan kapal, tanda panggil radio internasional dan ukuran kapal dengan dokumen perizinan dan data pencatatan kapal;

c.      kebenaran dan kelengkapan izin penangkapan ikan (authorization to fish) dengan informasi dalam Lampiran A PSMA;

d.     data logbook, data VMS, tangkapan, transshipment, data perdagangan, daftar awak kapal, deskripsi palka kapal dan dokumen CITES yang dipersyaratkan;

e.     kesesuaian alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan dengan dokumen perizinan, 

f.       kesesuaian ikan hasil tangkapan dengan dokumen perizinan, termasuk memeriksa apakah tangkapan melebihi kuota penangkapan yang telah ditentukan.

4.   Memberikan laporan hasil pemeriksaan kepada nakhoda kapal dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada negara bendera kapal serta RFMO terkait;

5.   Negara bendera berdasarkan bukti yang cukup bahwa kapal berbenderanya terlibat IUU fishing, wajib menjatuhkan sanksi atau hukuman kepada kapal tersebut;

6.   Apabila negara bendera tidak menjatuhkan sanksi kepada kapal tersebut, maka negara pelabuhan dapat mengusulkan kepada RFMO untuk memasukkan kapal dalam IUU Vessel List.

 

Hal yang krusial dalam pelaksanaan PSM salah satunya adalah sinergi antara otoritas perikanan yang memiliki kewenangan PSM dan otoritas pelayaran atau perhubungan negara bendera yang memiliki kewenangan Port State Control (PSC). Sinergi kedua instrument merupakan salah satu strategi penguatan implementasi PSM dalam dokumen Bali Strategy yang telah diadopsi seluruh negara pihak PSMA pada Meeting of Parties tahun 2023 lalu di Bali. Dokumen ini merekomendasikan negara anggota PSMA untuk menyelaraskan ketentuan PSM dan PSC. PSM bertujuan untuk mencegah IUU fishing, sedangkan PSC bertujuan untuk verifikasi kepatuhan terhadap standar internasional keselamatan dan lingkungan.

 

Pemeriksaan gabungan antara petugas PSM dan PSC tentu dapat menjadi model untuk penyelarasan ketentuan PSM dan PSC. Pertanyaannya adalah bagaimana jika kapal perikanan asing akan memasuki pelabuhan perikanan yang telah ditetapkan sebagai designated port pelaksanaan PSM? Tentu di pelabuhan perikanan ini tidak terdapat petugas PSC. Atau pertanyaan kedua adalah bagaimana jika kapal perikanan asing “menyelonong” masuk ke pelabuhan umum yang tidak ditetapkan sebagai designated port (entah karena modus kesengajaan atau ketidaktahuan), apakah otoritas pelabuhan umum tersebut akan menolak dan mengarahkan kapal ke pelabuhan yang ditetapkan untuk pelaksanaan PSM? Tentu diperlukan perjanjian kerja sama atau MoU antara KKP dan Kemenhub untuk penyelarasan pelaksanaan PSM dan PSC secara lebih detail.

 

Selain itu, tentu diperlukan mekanisme pertukaran informasi yang cepat sebagai komunikasi antara negara pihak PSMA, baik antar negara pelabuhan maupun antara negara pelabuhan dengan negara bendera. FAO telah mengembangkan sistem pertukaran informasi pelaksanaan PSMA, yaitu FAO Global Information Exchange System (GIES). Tahun 2024 lalu FAO telah meluncurkan fitur baru GIES, yaitu menu pelaporan kedatangan kapal perikanan asing dalam rangka pelaksanaan PSM secara online melalui GIES. Pengembangan GIES ini tentu merupakan angin segar dan menghidupkan optimisme bahwa mekanisme pertukaran informasi antar negara pihak PSMA semakin transparan dan mudah. Diharapkan tidak ada lagi kapal yang sudah ditolak negara pihak A masih diterima di negara lain karena terbatasnya akses pertukaran informasi hasil inspeksi PSM.

 

Namun, pelaku IUU fishing tentu selalu memiliki strategi sendiri untuk menghindari hukum atau mengelabui petugas. Mereka dapat melakukan modus transshipment secara ilegal yang tidak terpantau dengan kapal-kapal pengangkut ikan yang berukuran sangat besar di laut lepas. Selain itu, kapal pelaku IUU fishing akan cenderung memilih pelabuhan di negara tertentu yang belum meratifikasi PSM, belum menerapkan prinsi PSM, atau memiliki sistem MCS yang masih lemah. Oleh karena itu, penerapan PSM perlu didukung dengan komitmen seluruh negara untuk bekerja sama dan bertukar informasi untuk mempersempit ruang gerak pelaku IUU fishing.

 

Kontributor adalah Pengawas Perikanan Ahli Muda pada Direktorat Pengawasan Sumber Daya Perikanan juga sebagai Ketua Umum HPPI

Kategori:Artikel

Artikel Terkait

Tidak Sepenuhnya Bebas, Kapal Perikanan di Laut Lepas diawasi melalui Skema High Seas Boarding and Inspection
Artikel

Tidak Sepenuhnya Bebas, Kapal Perikanan di Laut Lepas diawasi melalui Skema High Seas Boarding and Inspection

18 Jul 2025

UN Fish Stocks Agreement (UNFSA) mengatur pemeriksaan kapal perikanan di laut lepas melalui skema Hi...

Lihat Selengkapnya
Memahami Hot Pursuit, Hak Penegakan Hukum Hingga ke Laut Lepas
Artikel

Memahami Hot Pursuit, Hak Penegakan Hukum Hingga ke Laut Lepas

09 Jul 2025

Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) memberi hak negara pantai untuk memperluas penegakan huku...

Lihat Selengkapnya
Mengenal Trade Measures, Instrumen Ampuh Pemberantasan IUU Fishing melalui Mekanisme Perdagangan Internasional
Artikel

Mengenal Trade Measures, Instrumen Ampuh Pemberantasan IUU Fishing melalui Mekanisme Perdagangan Internasional

26 Jun 2025

Salah satu instrumen pemberantasan IUU Fishing adalah trade measures untuk mencegah perdagangan prod...

Lihat Selengkapnya