Pengawasan Berbasis Risiko :  Strategi Efisiensi dan Penegakan Hukum Perikanan yang Tepat Sasaran
Artikel
28 Agt 2025
09:10
Superadmin

Pengawasan Berbasis Risiko : Strategi Efisiensi dan Penegakan Hukum Perikanan yang Tepat Sasaran

Oleh : Singgih Prihadi Aji, S.Pi, M.Si dan Ir. M. Eko Rudianto, MBus.IT

A.     Penerapan Pengawasan Berbasis Risiko

Saat ini jumlah objek pengawasan di bidang perikanan terus mengalami peningkatan. Namun, peningkatan tersebut tidak sejalan dengan ketersediaan anggaran, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia yang masih terbatas. Kondisi ini menuntut adanya penentuan prioritas pengawasan agar pelaksanaan tugas pengawasan perikanan lebih terarah dan efektif. Penetapan prioritas tersebut dapat dicapai melalui penerapan pengawasan berbasis risiko.

 

Pengawasan berbasis risiko merupakan suatu pendekatan yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap objek prioritas berdasarkan potensi kerusakan atau dampak ketidakpatuhan yang ditimbulkannya, bukan dengan memperlakukan seluruh pelanggaran secara setara (AFMA, 2022). Melalui pendekatan ini, Ditjen PSDKP dapat mengidentifikasi objek pengawasan perikanan yang berisiko tinggi, menyusun strategi yang berorientasi pada target, serta mengalokasikan sumber daya yang diprioritaskan pada objek pengawasan yang lebih tepat sehingga penegakan hukum dapat dilaksanakan dengan lebih efisien dan efektif.

 

Pendekatan pengawasan berbasis risiko memungkinkan Ditjen PSDKP memfokuskan sumber daya pada area atau objek pengawasan yang paling membutuhkan. Pendekatan ini meliputi serangkaian langkah, antara lain: (1) identifikasi risiko, (2) penilaian tingkat risiko, dan (2) penerapan tindakan penegakan hukum yang tepat untuk mengurangi risiko tersebut (AFMA, 2022). Dengan demikian, penegakan hukum menjadi lebih terarah dan hasilnya dapat diukur berdasarkan pengurangan risiko yang ditargetkan.

 

Manfaat utama pengawasan berbasis risiko antara lain:

1.      Hasil kepatuhan pelaku usaha yang lebih baik.

Ditjen PSDKP dapat menyesuaikan intervensi kepatuhan sehingga menangani risiko ketidakpatuhan tertinggi secara lebih efektif.

2.      Peningkatan efisiensi.

Penargetan tindakan pengawasan pada risiko tertinggi memastikan sumber daya terkonsentrasi pada bidang yang paling berpotensi meningkatkan hasil kepatuhan, sehingga memperbaiki rasio biaya—manfaat pengawasan. (OECD, 2018).

3.      Pengurangan biaya kepatuhan bagi industri.

Kegiatan pengawasan yang memberatkan hanya dilaksanakan bila diperlukan; inspeksi, audit, atau permintaan data terhadap pelaku usaha dilakukan berdasarkan kebutuhan risiko, sehingga meminimalkan beban biaya dan administrasi bagi usaha perikanan (World Bank, 2017).

Secara keseluruhan, pengawasan berbasis risiko mendukung pelaksanaan penegakan hukum yang lebih proporsional, efisien, dan berbasis bukti, serta memfasilitasi upaya pencegahan melalui pengalokasian sumber daya yang tepat pada prioritas tertinggi (AFMA, 2022)

 

Aspek-aspek utama kepatuhan berbasis risiko dan penegakan hukum di bidang perikanan antara lain:

1.      Penilaian risiko.

Penilaian risiko mencakup identifikasi potensi ancaman dan evaluasi dampak ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perikanan yang mengabaikan keberlanjutan sumber daya perikanan, seperti illegal, unreported and unregulated fishing (IUUF), penangkapan berlebih (overfishing), dan kerusakan habitat yang diakibatkan aktifitas penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing). Penilaian ini juga memperhitungkan kemungkinan terjadinya ancaman tersebut serta besaran dampak yang mungkin ditimbulkannya.

2.      Penentuan prioritas.

Berdasarkan hasil penilaian risiko, Pengawas Perikanan menentukan skala prioritas sehingga upaya penegakan hukum difokuskan pada kegiatan atau wilayah yang memiliki risiko tinggi. Kegiatan atau area berisiko tinggi menerima perhatian lebih besar dibandingkan area berisiko rendah (OECD, 2018).

3.      Pengawasan pada objek yang ditargetkan.

Pengawasan dan tindakan penegakan hukum difokuskan pada kegiatan, lokasi, atau pelaku usaha yang memiliki ancaman terbesar atau risiko ketidakpatuhan paling tinggi. Pendekatan ini menghindarkan pemeriksaan yang seragam terhadap seluruh objek dan memungkinkan intensifikasi pengawasan pada kategori risiko tinggi (AFMA, 2022).

4.      Manajemen adaptif.

Penilaian risiko dan strategi penegakan hukum ditinjau serta disesuaikan secara berkala sesuai informasi yang lebih update atau adanya perubahan tingkat risiko (FAO, 2016). Dengan manajemen adaptif, kebijakan pengawasan menjadi responsif terhadap dinamika di lapangan dan bukti terbaru (FAO, 2020).

5.      Kolaborasi dan komunikasi.

Efektivitas kepatuhan berbasis risiko bergantung pada koordinasi antar-lembaga, pemangku kepentingan, dan pelaku industri perikanan untuk berbagi data serta menyelaraskan tindakan penegakan hukum (World Bank 2017). Komunikasi yang baik memperkuat deteksi risiko dan mempercepat respons Bersama (FAO, 2020).

6.      Pencegahan dan pendidikan.

Selain tindakan penegakan, pendekatan berbasis risiko mengintegrasikan program pencegahan melalui edukasi, kampanye kesadaran/ penyadartahuan, dan penyampaian aturan yang jelas untuk mendorong kepatuhan sukarela para pelaku usaha (FAO, 2020).

 

B.     Siklus Pengawasan Perikanan Berbasis Risiko

Mengadopsi kebijakan pengawasan berbasis risiko dan penegakan hukum dari AFMA Tahun 2022, pendekatan pengawasan perikanan berbasis risiko dapat disusun sebagai suatu siklus kegiatan yang meliputi tahapan-tahapan berikut:

1.      Identifikasi.

OMC mengidentifikasi dan mengusulkan risiko yang akan ditangani, dan untuk setiap risiko yang akan ditangani dibentuk Tim Manajemen Risiko Kepatuhan (Compliance Risk Management Team/CRMT). CRMT bertugas mengidentifikasi, mengevaluasi, dan memprioritaskan risiko yang berpotensi membahayakan keberlanjutan perikanan.

2.      Pengukuran/ penetapan baseline.

CRMT mengukur baseline untuk setiap risiko prioritas, misalnya jumlah pelanggaran atau frekuensi terjadinya insiden, dengan menggunakan indikator yang dapat direplikasi sehingga hasil pengukuran dapat dibandingkan dari waktu ke waktu.

3.      Penetapan target kinerja.

Berdasarkan pengukuran awal, otoritas menetapkan target kinerja yang jelas, misalnya pengurangan jumlah insiden terdeteksi sebesar 50% dalam jangka waktu tertentu sebagai sasaran yang ingin dicapai.

4.      Pemilihan strategi.

Tim memilih strategi intervensi yang sesuai untuk setiap risiko, seperti pengawasan lapangan, program edukasi, operasi penegakan, atau kombinasi metode lainnya, serta menentukan tingkat intensitas dan cakupan pelaksanaannya.

5.      Pelaksanaan strategi.

Pengawas Perikanan atau petugas pengawas yang memiliki kewenangan melaksanakan strategi yang telah dipilih sesuai rencana operasional, alokasi sumber daya, dan prosedur teknis yang ditetapkan.

6.      Pemantauan/penilaian.

Dengan merujuk pada baseline, CRMT secara berkala memantau indikator risiko untuk menilai efektivitas strategi yang diterapkan dan mengukur perubahan tingkat risiko.

7.      Evaluasi dan penyesuaian.

Berdasarkan hasil pemantauan, CRMT mengevaluasi keberhasilan intervensi dan menyesuaikan strategi atau tindakan apabila diperlukan. Siklus ini kemudian berulang untuk memastikan manajemen risiko yang adaptif dan responsif terhadap dinamika lapangan.

Siklus ini bersifat berulang dan adaptif sehingga kebijakan pengawasan selalu dapat disesuaikan dengan informasi yang lebih update dan perubahan kondisi risiko sebagaimana gambar 1.

 

 

Gambar 1. Diagram Siklus Pengawasan Perikanan Berbasis Risiko (AFMA, 2022)

Pengawasan berbasis risiko juga dapat dilengkapi dengan kebijakan untuk mendorong penerapan penilaian kepatuhan sukarela. Obyek pengawasan dengan tingkat risiko rendah direkomendasikan untuk melakukan pengawasan secara mandiri dan melaporkan hasil pengawasannya kepada Ditjen PSDKP. Petugas pengawasan pada unit usaha perikanan dengan tingkat risiko rendah dapat diberikan sertifikasi melalui standar sertifikasi yang ditetapkan.

 

C.     Tahapan Implementasi

Tahapan implementasi pengawasan dan penegakan hukum berbasis risiko:

1.      Menyusun standar penilaian risiko;

2.      Menyusun peraturan pengawasan dan penegakan hukum berbasis risiko;

3.      Mengkategorikan pelaku usaha perikanan berdasarkan standar penilaian risiko;

4.      Melaksanakan pengawasan dan penegakan hukum dengan memprioritaskan pada pelaku usaha dengan tingkat risiko tinggi;

5.      Mendorong pelaku usaha perikanan untuk menerapkan sistem pelaporan dan pengawasan mandiri dengan memberikan insentif yang tepat, seperti pengakuan dan penghargaan;

6.      Menyusun sistem sertifikasi terhadap petugas pengawasan mandiri pada unit usaha perikanan; dan

7.      Membangun sistem score-card untuk mengevaluasi dan memantau kinerja pengawasan dan penegakan hukum.

Daftar Pustaka

 

AFMA. (2022). Risk-based compliance and enforcement policy. Australian Fisheries Management Authority.

FAO. (2020). The state of world fisheries and aquaculture 2020: Sustainability in action. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

FAO. (2016). Voluntary guidelines for flag State performance. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations.

OECD. (2018). Risk-based regulatory design and enforcement. Paris: Organisation for Economic Co-operation and Development.

World Bank. (2017). Implementing risk-based inspections: A guide for regulators. Washington, DC: The World Bank Group

 

 

 

 

 

 

Kategori:Artikel

Artikel Terkait

Merajut Asa, Menjaga Laut: Kemerdekaan RI ke-80 dan Misi Zero Pelanggaran di Bidang Perikanan
Artikel

Merajut Asa, Menjaga Laut: Kemerdekaan RI ke-80 dan Misi Zero Pelanggaran di Bidang Perikanan

17 Agt 2025

Bidang Informasi, Kerjasama dan Humas...

Lihat Selengkapnya
Ketentuan Khusus Penegakan Hukum Perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif
Artikel

Ketentuan Khusus Penegakan Hukum Perikanan di Zona Ekonomi Eksklusif

06 Agt 2025

Konvensi Hukum Laut International (UNCLOS) mengatur ketentuan khusus penegakan hukum di Zona Ekonomi...

Lihat Selengkapnya
Tidak Sepenuhnya Bebas, Kapal Perikanan di Laut Lepas diawasi melalui Skema High Seas Boarding and Inspection
Artikel

Tidak Sepenuhnya Bebas, Kapal Perikanan di Laut Lepas diawasi melalui Skema High Seas Boarding and Inspection

18 Jul 2025

UN Fish Stocks Agreement (UNFSA) mengatur pemeriksaan kapal perikanan di laut lepas melalui skema Hi...

Lihat Selengkapnya